Secercah harapan penggunaan ganja untuk keperluan medis di indonesia.

 



Beberapa hari ini publik dihebohkan terkait aksi viral seorang ibu yang membawa poster bertuliskan “ tolong anakku butuh ganja medis”, dan baru baru ini juga wakil presiden KH Ma’ruf Amin meminta MUI untuk membuat fatwa terkait wacana penggunaan ganja untuk kebutuhan medis,  sekilas kalimat tersebut sangatlah aneh bagi masyarakat awam mengingat ganja termasuk dalam narkotika jenis golongan 1 dalam hukum undang undang narkotika di indonesia, tanaman ganja memiliki kandungan CBD canabinoid yang dapat digunakan mengurangi kecemasan, mengurangi peradangan dan meredakan nyeri hingga membunuh sel kangker serta banyak digunakan untuk bahan terapi bagi penderita epilepsi dan dalam beberapa kasus mampu menurunkan kejang  dan kadar THC tetrahidrokanabinoZat yang memberikan efek semacam  rileksasi pada otak  akan tetapi sampai saat ini ganja sendiri memiliki citra yang buruk di sebagian besar masyarakat indonesia.

SEJARAH PANJANG TANAMAN GANJA

Tanaman yang memiliki nama latin cannabis sativa ini memiliki sejarah panjang dalam peradaban umat manusia, dikutip dari laman national geographic tanaman tanaman ganja lebih banyak dipakai untuk keperluan pengobatan dan tujuan spiritual dan menurut penelitian para ahli diperkirakan tanaman ini berasal dari pegununungan tibet.

Dalam buku hikayat pohon ganja, pada abad ke II masehi kertas pertama dibuat di china oleh cai lun ia adalah orang  pertama yang menemukan serat batang ganja untuk pembuatan kertas.

Menurut The columbia history of the world  tahun 1981 kain tenun paling awal yang pernah ditemukan manusia dibuat dari batang ganja diperkirakan dibuat sekitar abad ke 6 Masehi.

Penelitian dari berbagai ilmuwan menyebutkan pada masa mesir kuno ganja telah banyak digunakan dalam bidang pengobatan.

Lantas jika tanaman ini memiliki sejuta manfaat mengapa dilarang untuk penggunaan nya  dan hukuman nya juga sangat berat, sejarah pelarangan ganja di indonesia dimulai pada zaman kolonial belanda, setelah indonesia merdeka larangan terhadap ganja menjadi salah satu warisan kolonial yang masih dipertahankan, atas desakan international pemerintah membuat undang undang penyalahgunaan narkotika pada tahun 1976 dengan mengadopsi konvensi tunggal PBB.

Dalam kurun waktu 2018 sampai dengan Saat ini sudah 11 negara di dunia yang melegalisasi penggunaan ganja baik untuk kepentingan medis maupun rekreasi. Adapun 11 negara tersebut ialah Kanada, Amerika serikat, meksiko, Belize, Jamaica, Argentina, Uruguay, Belgia, Malta, Ukraina, dan yang terakhir Thailand.

Penggunaan ganja medis indonesia masih sangatlah sulit karena sistem hukum yang masih melarang untuk penggunaan medis,


TERUSLAH TUMBUH DAN SEMBUHKAN BANYAK LUKA

Pada tahun 2017 Fidelis Ari Suderwato ditangkap aparat kepolisian Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat karena kepemilikan 39 batang tanaman ganja, ketika diperiksa ia mengaku tanaman tersebut bukan untuk diperjualbelikan ataupun untuk kebutuhan rekreasi, melainkan ia membutuhkan ekstrak ganja untuk kebutuhan pengobatan istrinya yang mengidap penyakit langka Syringomelia, fidelis kemudian mengumpulkan informasi tentang bagaimana menyembuhkan penyakit istrinya tersebut, dia mulai mengekstrasi ganja sendiri mulai dengan mencampur ke dalam makanan dan minuman nya sampai dengan menjadikan nya minyak oles pada luka, ia melihat perkembangan kesehatan istrinya membaik namun itu tak berlangsung lama, akhirnya fidelis ditangkap  petugas Badan Narkotika Nasional ( BNN) karena tak lagi dapat asupan ekstak ganja kondisi kesehatan sang istri kembali memburuk bahkan 32 hari fidelis ditahan sang istri tercinta meninggal dunia.

Dwi Pertiwi merupakan ibu dari Musa IBN Hassan Pedersen, anak laki-laki berusia 16 tahun yang mengidap cerebral palsy. Bersama Santi Warastuti, Dwi Pertiwi mengajukan gugatan uji materi UU Narkotika ke MK pada November 2020. Sama dengan Santi, lewat gugatan uji materi ini, Dwi ingin mengupayakan pengobatan ganja demi kesembuhan putranya. Musa mulanya mengalami pneumonia ketika bayi. Namun, karena terdapat kekeliruan dalam diagnosa dan pengobatannya, penyakit tersebut berkemnang menjadi meningitis yang menyerang otak. Untuk berjuang melawan penyakitnya, Musa menjalani fisioterapi dan obat-obatan antikejang. Namun, langkah tersebut tak membuat kondisi Musa membaik. Baca juga: Pro Kontra Upaya Legalisasi Ganja untuk Kepentingan Medis di Indonesia Dwi Pertiwi lantas mengumpulkan informasi dari berbagai sumber. Dalam beberapa kasus di luar negeri, anak-anak yang menderita cerebral palsy dapat sembuh karena pengobatan ganja. Beberapa penelitian dan jurnal ilmiah juga pernah membuktikan bahwa ganja mampu mengobati anak yang mengidap cerebral palsy. Atas dasar itulah, Dwi Pertiwi ingin MK membatalkan larangan penggunaan ganja medis yang tertuang dalam UU Narkotika. Namun, belum sampai mendapatkan pengobatan ganja, Musa akhirnya meninggal dunia. Putra Dwi Pertiwi itu mengembuskan napas terakhir sebulan setelah gugatan ke MK diajukan tepatnya 26 Desember 2020, Musa dan Yeni kini telah meninggal karena penyakit yang mereka derita. Namun, kisah keduanya patut dikenang dalam perjuangan legalisasi ganja medis yang hingga kini belum berakhir.

Lalu sampai kapan negara tutup mata dengan realita ini, jika memang ganja dianggap berbahaya haruslah ada riset yang jelas dan pembuktian secara ilmiah apakah tanaman ini sangat berbahaya untuk manusia, atau justru memiliki sejuta manfaat, bukan hanya stigma dan doktrin belaka, hukum harusnya digunakan untuk menjamin kepentingan negara dan  warga negara terlindungi dengan baik dan pasti.

 


Komentar

Postingan Populer